Nurokhim Sag

Nurokhim, S. Ag. S. Kons. adalah seorang Motivator & Trainer Pendidikan, Pembicara Seminar Parenting, Guru Bimbingan Konseling, Dosen, danPenggiat Pen...

Selengkapnya
Navigasi Web
RENUNGAN TULISAN HARI KE-66    ETIKA KEPRIBADIAN DAN ETIKA KARAKTER

RENUNGAN TULISAN HARI KE-66 ETIKA KEPRIBADIAN DAN ETIKA KARAKTER

Oleh: Nurokhim, S. Ag. S.Kons.

Etika dibagi menjadi dua; Etika Kepribadian dan Etika Karakter. Etika Kepribadian adalah etika yang berpusat pada tujuan menyenangkan orang lain dan memenangkan hubungan banyak orang. Etika Kepribadian merupakan cara atau keterampilan yang dipelajari dengan tujuan menjadi pemenang, tapi sifatnya sementara, jangka pendek. Sedang Etika Karakter berpusat pada prinsip prinsip kehidupan.

Saat saya menyampaikan materi tentang “Etika kepripadian dan Etika karakter”, saya selalu merujuk pada padangan Stephen Covey dimana menururt beliau apa yang dulu kita pikirkan tentang literatur-literatur tentang kesuksesan dalam 50 tahun terakhir (sekitar tahun 1940 - 1990an) terlalu dangkal. Literatur-literatur tersebut lebih merupakan kesadaran pencitraan social, teknik, dan cara cepat sebagai “plester sosial”.

Covey mengumpamakan sebuah aspirin yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah akut dan bahkan kadangkali terlihat sebagai pemecah masalah yang bersifat sementara, namun membiarkan pokok-pokok masalah yang kronis tidak tersentuh lalu kemudian menjadi bernanah dan bisa kambuh sewaktu-waktu.

Sebaliknya, hampir setiap literatur- literatur tentang kesuksesan dari 200 tahun yang lalu fokus terhadap apa yang disebut “Etika Karakter” sebagai pondasi dari kesuksesan. Etika Karakter adalah hal-hal semacam integritas, kerendahan hati, kesetiaan, keberanian, keadilan, kesabaran, dan lain sebagainya.

Namun tak lama setelah Perang Dunia I, dasar pandangan terhadap kesuksesan bergeser dari Etika Karakter menjadi apa yang bisa kita sebut sebagai Etika Kepribadian. Kesuksesan menjadi lebih sekedar fungsi dari sebuah kepribadian, pencitraan publik, sikap dan perilaku, keahlian dan teknik, yang melicinkan proses interaksi manusia. Etika kepribadian menganggap keberhasilan lebih merupakan suatu fungsi kepribadian, citra masyarakat, sikap dan perilaku, keterampilan dan teknik, yang melicinkan proses interaksi manusia. pada dasarnya mengambil dua jalan : 1 teknik menjalin hubungan manusia dan masyarakat, dan 2 sikap mental positif.

Beberapa bagian lain dari pendekatan kepribadian benar benar manipulatif, seringkali menipu, mendorong orang menggunakan tenkik-tekni tertentu untuk membuat orang lain menyukai mereka, atau berpura-pura tertarik akan hobi orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari orang tersebut, atau untuk menggunakan “penampilan kekuasaan” atau masuk mengintimidasikan jalan mereka dalam kehidupan.

Beberapa literatur menhatakan bahwa karakter murupakan bahan keberhasilan, tetapi tidak menyadarinya bahwa ia merupkan hal yang mendasar dan sebagai katalisator. Acuan etika karakter kadang hanya dibibir saja, penggerak dasarnya adalah teknik mempengaruhi yang cepat, strategi kekuasaan, keterampilan berkomunikasi, dan sikap positif.

Etika karakter mengajarkan bahwa terdapat prinsip-prinsip dasar kehidupan yang efektif, dan bahwa orang hanya dapat mengalami keberhasilan yang sejati dan kebahagiaan yang abadi jika mereka belajar dan mengintegrasikan prinsip-prinsip tersebut kedalam dasar mereka.

Etika karakter sebagai dasar dari kepribadian maka hal-hal seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan ,pembatasan diri, keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan, kesopanan, dan hukum utama (berbuatlah kepada orang lain seperti apa yang kami kehendaki mereka perbuat kepadamu).

Sesuai dengan etika karakter, adalah sangat penting untuk memfokuskan pada menyatukan prinsip-prinsip kehidupan yang efektif kepada salah satu karakter. Prosesnya mungkin panjang, tetapi menjalani suatu karakter, termasuk cara pandang yang efektif tentang dunia, adalah perolehan suatu akar yang mana perilaku mengalir dan berlangsung begitu mendasar. Etika karakter melihat perkembangan tersendiri sebagai proses jangka panjang yang mendasari pencapaian hasil sesuai hukum memanen tanaman.

Elemen-elemen dari etika kepribadian bukan tidak menguntungkan, bahkan seringkali malah esensial untuk mencapai keberhasilan. Tetapi semua ini merupakan ciri sekunder bukan yang primer. Artinya kesuksesan bersifat sementara berjangka pendek. Sungguh tidak ada artinya betapapun hebat kepandaian bicara kita atau bahkan betapa baik tujuan nya jika hanya ada sedikit atau tidak ada kepercayaan sama sekali, maka tidak akan ada dasar untu keberhasilan yang permanen. Hanya kesuksesan yang mendasar yang dapat memberi hidup pada suatu teknik. Seperti menanam, bila dikerjakan tergesa-gesa sebanyak mungkin menjelang panen lupa menanam padi pada musim sebelumnya, bermain sepanjang musim panas dan mengharapkan hasil tuaian yang bagus? Pertanian merupakan sistem yang berkerja berdasarkan hukum alam. Harga harus dibayar dan proses harus diikuti. Anda selalu menuai apa yang anda tabur, tidak ada jalan pintas.

Dalam jangka pendek, dalam sistem artificial seperti sekolah, Anda mungkin dapat lulus juga mampu belajar memanipulasi peraturan buatan manusia untuk memainkan permainan. dalam interaksi antar manusia yang singkat saja dan sekali saja anda dapat menggunakan etika kepribadian untuk lulus dan membuat kesan yang baik melalui pesona dan keahlian serta berpura-pura tertarik pada hobi orang lain. Anda dapat menggunakan teknik yang mudah dan cepat yang mungkin berhasil dalam situasi jangka pendek. Akan tetapi ciri sekunder saja tidak mempunyai manfaat permanan dalam hubungan jangka panjang. Akhirnya, jika tidak ada integritas yang mendalam dan kekuatan karakter yang mendasar, tantangan hidup malah akan menyebabkan motif2 yang sebenarnya muncul ke permukaan dan kegagalan sebagai ganti keberhasilan jangka pendek tersebut.

Stephen Covey menekankan konsep kesalingketergantungan (Interdependency) untuk menjelaskan hubungan antar manusia. Unsur yang paling penting dalam kita berhubungan adalah kita apa adanya. Bukan perkataan atau apa yang kita lakukan. Jika kata-kata atau perbuatan kita berasal dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian) dan bukan dari diri kita yang paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat sikap kita yang bermuka dua itu. Dengan demikian, kita tidak dapat menciptakan dan mempertahankan fondasi yang diperlukan untuk saling kebergantungan yang efektif.

Untuk lebih mudahnya memahami tentang etika kepribadian dan etika karakter, berikut saya ceritakan fabel tentang Tikus.

*KISAH SEEKOR TIKUS*

Seekor tikus merasa hidupnya sangat tertekan karena takut pada kucing. Ia lalu menemui seorang penyihir sakti untuk meminta tolong. Penyihir memenuhi keinginannya dan mengubah si tikus menjadi seekor kucing. Namun setelah menjadi kucing, kini ia begitu ketakutan pada anjing.

Kembalilah menemui penyihir sakti yang kemudian mengubahnya menjadi seekor anjing.

Tak lama setelah menjadi anjing, sekarang ia merasa ketakutan pada singa. Sekali lagi penyihir sakti memenuhi keinginannya dan mengubahnya menjadi seekor singa. Apa yang terjadi?

Kini ia sangat ketakutan pada pemburu. Ia mendatangi lagi si penyihir sakti meminta agar diubah menjadi pemburu. Kali ini si penyihir sakti menolak keinginan itu sambil berkata, "Selama kau masih berhati tikus, tak peduli bagaimana pun bentukmu, kautetaplah seekor tikus yang pengecut"

Ya..! Kita adalah apa yang ada di dalam hati kita. Bentuk luar, tingkah laku, dan lain-lain hanyalah tempelan yang dapat menyembunyikan "kita"yang sejati.

Ini yang saya pahami dari Stephen Covey tentang dua etika dalam hidup yang dimiliki manusia, yaitu etika kerpibadian dan etika karakter. Etika kepribadian adalah karakter luar. Contoh mudahnya begini; ketika kita memasuki loni sebuah hotel berbintang, kita akan selalu mendapati petugas hotel yang menyambut kita dengan sopan, ramah dan senyum manis menyambut kedddatangan kita. Padahal, sifat asli petugas hotel ada yang memang murah senyum, tetapi tak jarang juga yang senyum terpaksa . Nah itulah etika kepribadian.

Etika karakter adalah sifat yang betul betul menempel pada diri kita. Sifat yang betul betul menunjukkan “kita” banget, tanpa dibuat buat. Jadi ketika tersenyum, itu disebabkan karena kita memang seorang yang dari sononya sudah murah senyum. Jadi sifat itu muncul secara otomatis tanpa harus ada tuntutan berupa aturan, hadiah ataupun hukuman untuk memunculkan sifat tersebut.

Seperti fabel tentang tikus di atas, dia tidak membentuk etika karakter baru, hanya bentuk luar saja. Sehingga ketika datang permasalahan yang sama, sang tikus tidak bisa berbuat apa apa karena mental dan sikapnya tetap seekor tikus yang takut pada kucing.

Etika karekater bisa dihasilkan dari kebiasaaan kebiasaan yang kita lakukan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa, pertama-tam kita lah yang harus membentuk kebiasaan kita, kemudian lama lama kebiasaan itulah yang akan membentuk karakter pribadi kita. Wallahu A’lam.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah, akhlak atau etika .....penentu kesuksesan seseorang

07 Jun
Balas



search

New Post